PIALA BERGILIR
PIALA
BERGILIR
Oleh: M. Irfan Luthfi
Kisah
ini bermula di mana di suatu perbincangan kami membicarakan hal – hal yang
krusial sedang terjadi di kelas kami. Setelah melakukan sedikit peregangan
badan di mana kami menyebutnya sebagai “futsal”, sembari duduk beristirahat,
kami membicarakan masalah – masalah yang sedang terjadi di kelas. Salah satu
topik yang kami bicarakan adalah masalah “Piala Bergilir”. Beberapa teman kami
terutama laki – laki sudah mengetahui apa dan siapakah “Piala Bergilir” itu. Bahkan
– salah satu teman kami pun pernah ada yang mendapatkan piala bergilir
tersebut. Ramai juga, ketika kami membicarakan topik ini. Karena Ia –“Piala
Bergilir” akhir – akhir ini jarak masuk di kelas teori maupun praktek. Inilah yang
membuat kami semakin bertanya – tanya, apakah yang terjadi pada dirinya dan apa
yang akan terjadi.
Seteguk
demi seteguk air dalam botol satu setengah liter itu pun diteguk habis oleh
salah satu teman kami, Rohman. Sembari membicarakan masalah “Piala Bergilir”
ini, ia membicarakan siapakah “Top Score”
pada pertandingan kali ini. Ia juga mengusulkan agar “Piala Bergilir” ini jatuh
pada “Top Score” pada tiap
pertandingan yang dilakukan oleh kelas kami. Istilah “Piala Bergilir” ini pun
baru muncul pada akhir – akhir ini setelah –beberapa teman kami menyadari bahwa Ia menjadi “Piala
Bergilir” bagi pemenang – pemenang yang berhasil mendapatkannya. Aku pun ikut
terlarut dalam pembicaraan serius ini. Karena ini teman kami, dan kami tidak
ingin kehilangan satu teman lagi dalam kelas. Sudah lepas dua teman kami dari
kelas yang sedang kami jalani ini. Kami menyebutnya “F”. “F” di mana itu
berarti “FULL” atau penuh. Sedang pada realisasinya, kelas kami tidak pernah
bisa penuh setelah dua teman kami hilang dari kelas kami. Dan akhir – akhir ini,
kami sepertinya akan kehilangan satu teman lagi yang kami sebut Ia “Piala
Bergilir”
Sementara
teman kami yang lain, Budheng, sedang berjalan berkeliling untuk menarik iuran
untuk membayar sewa lapangan futsal yang kami pakai. Ia pun juga ikut dalam
pembicaraan serius yang kami lakukan. Sebagai ketua kelas juga, Ia pun
sepertinya mempunyai tanggung jawab yang besar untuk dapat menarik “Piala Bergilir”
agar dapat kembali bersama di kelas dan dapat berkumpul bersama lagi. Sering ia
mencoba mengirimkan satu pesan buat sang “Piala Bergilir”, namun alasan yang
sering Ia terima adalah bahwa sang “Piala Bergilir” sedang dalam keadaan sakit
dan tidak dapat masuk dalam kegiatan perkuliahan. –Budheng yang hanya sebatas
tahu bahwa sang “Piala Bergilir” itu sakit tidak bisa melakukan hal yang lebih
banyak lagi, karena hal itu adalah di luar tanggung jawabnya sebagai ketua
kelas. Ia berkata, bahwa dirinya bertanggung jawab penuh pada kehadiran teman –
teman di kelas dan keadaan jika salah seorang teman itu tidak dapat hadir di
kelas. Sebatas mengetahui keadaan saja dan tidak terlalu masuk ke dalam. Yang
penting presensi untuk perkuliahan bakal jelas dan meskipun kosong beberapa
kali, namun disertai alasan yang kuat, setidaknya mereka- mereka yang kadang
tidak masuk kuliah itu tetap bisa mengikuti ujian akhir dengan baik.
Pembicaraan
selepas permainan futsal kami itu begitu serius, bahkan ketua salah satu event
terbesar akhir tahun di organisasi kemahasiswaan kami turut memberikan masukan
atau bisa dikatakan ikut “nimbrung”. Sehingga pembicaraan yang sedang kami
lakukan ini semakin kaya akan “manfaat” (=makna). Membicarakan topik ini pula
bukan berarti tanpa maksud. Maksud berarti baik, mencarikan sebuah jalan keluar
agar sang “Piala Bergilir” dapat menjadi sebuah “Piala Tetap” dan tidak akan
menjadi “Piala Bergilir” kembali. Bagai HashTag
yang ada di Twitter, topik ini begitu menguat, dan terbawa hingga saat
perkuliahan. Pembicaraan dengan topik yang cukup kental membuat kami semakin
dewasa bahwa hidup itu tidak akan lama dan tidak kita tidak dapat terus menerus
menjadi “Piala Bergilir”. Ini mengenai masalah hidup dan tidak bukan berarti
pembicaraan anak kecil lagi, ataupun pembicaraan orang – orang yang tidak
penting.
J,
salah satu teman kami pula, yang pernah merasakan bagaimana mendapatkan “Piala
Bergilir” itu di tahun pertama hanya tertawa saja. Sepertinya dia benar – benar
mengerti bagaimana rasanya mendapatkan “Piala Bergilir” di tahun – tahun
pertama masa – masa kuliah. Ketika ditanya ia –mengapa, ia hanya tertawa saja
dan terus saja mengatakan bahwa “Piala Bergilir” hanya untuk salah seorang dari
kami semua yang mendapatkan “Top Score”
pada tiap pertandinga yang kami adakan sendiri. Lantas semua pun tertawa,
termasuk Aku yang sedari tadi belum mengatakan apa – apa mengenai “Piala
Bergilir” ini. Ya, “Piala Bergilir” ini sungguh menarik untuk diperbincangkan,
apalagi ya setelah ia jarang terlihat di aktivitas perkuliahan maupun aktivitas
keorganisasian. Ada yang bilang dia punya anak, hamil, atau apalah yang
menyebabkan dia sang “Piala Bergilir” jarang terlihat di aktifitas perkuliahan.
Sedikit
bercerita mengenai kisah “Piala Bergilir” ini. Agaknya sedikit jahat juga. Namun
sungguh menarik untuk diperbincangkan. Karena Aku sendiri pun bertemu untuk
pertama kalinya saat akan mendaftar ospek fakultas. Dia untuk pertama kalinya
Aku jemput di Halte Trans Jogja dan seharian penuh Aku bersamanya dan selepas
itu hampir tak pernah terdengar kabar lagi. Aku baru mengetahui kabar cerita
selanjutnya pun setelah beberapa hari menjalani ospek. Ia berada di tim lain,
dan selidik punya selidik Aku pun sempat mencoba mencari – cari tahu mengenai
kehidupannya. Sedikit Aku bongkar Facebook
nya dan tampak di layar profilnya ia sedang menjalin hubungan dengan seseorang.
Tampaknya orang sedaerahnya juga. Beberapa waktu kemudian, ia sering bercerita
kepadaku mengenai hubungan – hubungannya dengan seseorang – seseorang yang
menurut Ia spesial. Termasuk J, yang menurut sang “Piala Bergilir” Ia adalah
orang spesial. Begitu pula, ketika Ia berganti dengan seseorang lain yang
dianggap spesial juga, dan hingga dengan seseorang yang lain yang dengan begitu
bangganya Ia berkata bahwa Ia akan bertunangan setidaknya dalam waktu satu
bulan kedepan. Ia berkata pula, bahwa seluruh pakaian, cincin, dan perlengkapan
pertunangannya sudah disiapkan. Namun apa yang terjadi, Ia kembali “Digilirkan”
pada seseorang yang lain. Hingga seterusnya tiba pada seseorang yang kini
mendapatkannya.\
Sebuah
fenomena luar biasa, menurutku ketika Ia mudah bosan dan begitu maunya menjadi “Piala
Bergilir” untuk seseorang – seseorang yang dianggapnya spesial. Menjadi buruk
maknanya jika seorang gadis menjadi “Piala Bergilir” untuk diperebutkan oleh –
oleh seseorang – seseorang yang spesial untuk sang “Piala Bergilir” itu. Teman –
teman kami, bahkan pernah menganggapnya hubungan yang dibuatnya itu adalah
salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (=mencari uang). Dengan
menjadi “Piala Bergilir” dengan mudahnya ia mendapatkan uang dari seseorang –
seseorang yang dianggapnya spesial.
Akhirnya,
setelah Budheng menyelesaikan administrasi penyewaan lapangan futsal itu, kami
segera bubar. Kami segera membereskan seluruh perlengkapan kami dan berniat
untuk kembali menuju kampus dan melihat, apakah sang “Piala Bergilir” itu hadir
di kampus untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Menurutku tidak, namun menurut
teman – temannya, iya.., tergantung amal dan perbuatan. (=niat). Setelah
selesai kami membereskan barang – barang, kami pun bergerak kembali menuju
kampus.
“PIALA BERGILIR”
-----*****-----
Komentar
Posting Komentar