AL-QUR'AN EMAK


 
 
AL-QUR'AN EMAK

Oleh: M. Irfan Luthfi


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ibuibu, Bapakbapak, sedaya warga Karangmalang, menika wonten pengumuman. Ramadhan ing tahun punika badhe kawiwitan benjang dinten Setu tanggal 21 Juli 2012. Mangga, Bapakbapak, Ibuibu, sholat trawih saged kita wiwiti ing ndalu punika. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Demikianlah pengumuman yang diperdengarkan melalui pengeras suara salah satu masjid di Kampung Karangmalang. Bulan Ramadhan telah tiba. Bagi orang – orang atas, mungkin ini biasa saja, layaknya bulan – bulan yang lain. Namun bagi orang – orang bawah, kehadiran bulan ini benar – benar memberikan banyak berkah. Sebut saja Hanifah. Ia adalah satu orang yang merasakan kehadiran Bulan Ramadhan. Meski hidupnya yang serba kekurangan, Ia bersama Emaknya selalu berusaha untuk menghadirkan keberkahan Bulan Ramadhan dalam hati dan jiwa mereka.

Ayahnya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Ayahnya meninggal dalam kecelakaan ketika pulang dari bekerja. Saat itu Hanifah masih berumur lima tahun. Ia masih cukup kecil untuk menerima kematian Ayahnya. Ia kehilangan seseorang yang dapat membimbingnya dan melindunginya di usia sekecil itu. Ia hanya dapat menangis ketika melihat jasad Ayahnya dimasukkan ke dalam liang lahat dan akan berada di sana selama – lamanya.

Kini, sudah lima tahun sudah Hanifah tinggal berdua bersama Emaknya di sebuah rumah yang tidak dapat disebut sebagai rumah lagi. Dinding yang terbuat dari anyaman bambu sudah banyak yang berlubang. Atap yang sudah bocor di mana – mana sehingga ketika musim penghujan tiba, Hanifah dan Emaknya harus mengungsi ke rumah tetangga. Namun, mereka tetap mensyukuri nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah Swt. Meskipun sudah hampir tak berbentuk lagi, rumah itu adalah peninggalan Nenek Hanifah yang kini juga sudah meninggal dunia. Sehingga, mereka bisa hidup lebih tenang dan kedamaian tanpa ada gangguan apapun.

Bulan Ramadhan ini, bagi Hanifah lebih istimewa daripada bulan bulan Ramadhan sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah Al-Qur'an dari Emaknya. Meskipun tidak baru namun Hanifah begitu bahagia, dan lebih bersemangat lagi dalam menjalani hari – hari pada Bulan Ramadhan kali ini. Di tengah – tengah kebahagian dan semangatnya, Ia merasakan getaran – getaran halus di dalam hatinya yang tak dapat Ia jelaskan.

Nduk, rawatlah dan amalkanlah Al-Qur`an itu. Ibu hanya bisa memberikan itu di Bulan Ramadhan ini, Nduk.” Kata Emaknya suatu hari.

“Iya, Emak. Hanifah ngerti kok. Al-Qur'an ini begitu berarti buat Emak. Tapi Emak kasih buat Hanifah. Makasih yaa Emak....” Kata Hanifah sambil memeluk erat Emaknya.

Hari berganti hari, dan tak terasa kini sudah memasuki hari ke sepuluh Ramadhan. Hanifah tampak tak pernah hilang semangatnya dalam menjalani hari – harinya di Bulan Ramadhan. Ia rajin pergi ke masjid, ke mushola – mushola, ke pengajian – pengajian, dan tempat – tempat lainnya yang menawarkan beratus ribu lipat pahala buat dirinya. Bersama Al-Qur'an yang Emaknya berikan, Ia mencoba membuat Ramadhan kali ini memberikan makna lebih. Makna yang nantinya bisa ia rasakan ketika di akhir Ramadhan nanti.

Suatu hari, ketika Hanifah sedang berada di masjid untuk tadarus. Tiba – tiba terjadi keramaian yang tidak biasa. Orang – orang berlarian sembari berteriak, “Kebakaran.... Kebakaran..... Kebakaran.....”. Hanifah yang saat itu tengah terduduk di dalam masjid sontak terkejut dan kemudian mencoba berlari keluar dari dalam masjid.

Astagfirullah..... Emak.... Emak......!!!!!” Teriak Hanifah begitu melihat bahwa rumah tempat Ia dan Emaknya tinggal terbakar.

Tanpa membuang waktu lagi, Hanifah segera berlari menuju rumahnya. Dengan Al-Qur'annya yang terus ia dekap, Ia mencoba menerobos kerumunan orang – orang yang tengah berusaha memadamkan api.

“Emak...!!!..., Emak....!!!!.., Di mana Emak.....!!!” Teriak Hanifah panik. “Emak di mana Pak...? Emak di mana, Pak...??”

“Awas dik.., jangan dekat – dekat dulu. Mundur dulu, bahaya...!!!” Teriak salah seorang warga mencoba menahan Hanifah yang mencoba mendekat dengan rumahnya.

“Tapi Emak, Pak...!!!!, Emak Saya bagaimana...?” Teriak Hanifah disertai air mata yang mulai meleleh di pipinya.

“Minggir dulu, kita coba berusaha selamatkan Emak kamu...!!!” Teriak salah seorang warga tadi.

Hanifah yang tak mampu berbuat apa – apa kemudian berjalan mundur menjauhi rumahnya yang terbakar. Ia dekap erat – erat Al-Qurannya, sembari tertunduk dan menangis. Ia tidak dapat membayangkan apa yang kan terjadi dengan Emaknya di dalam rumah. Ia terus menangis hingga suara kepanikan yang berada di sekitarnya hilang. Dan yang ia rasakan hanya orang – orang yang berlari kesana kemari mencari air untuk memadamkan api.

Ketika Hanifah menangis, tiba – tiba terasa ada tangan seseorang yang merangkul pundaknya. Ia mencoba melihat dan ternyata ustadzah-nya lah yang merangkul pundaknya.

Ustadzah.., bagaimana Emak saya....?” tanya Hanifah sembari menatap ustadzah-nya.

“Kita berdoa, ya Hanifah semoga Emak kamu dilindungi Allah dan tidak apa – apa ya...” Kata ustadzah itu mencoba menenangkan Hanifah.

Di tengah – tengah usaha ustadzah itu mencoba menenangkan Hanifah, tiba – tiba terdengar teriakan dari salah satu warga.

“Ada orang di dalam...!!! Ada orang di dalam...!!!!.., “ Teriak warga itu memanggil warga yang lain.
Tanpa membuang waktu, seluruh warga mencoba mengendalikan api dan masuk ke dalam rumah untuk menyelamatkan seseorang yang ada di dalam rumah yang terbakar itu. Hanifah yang sedari tadi menangis, segera mengusap air matanya dan berlari menuju kerumunan orang – orang untuk melihat, dan berharap Emaknya masih bernafas. Ia terus berusaha melewati kerumunan orang – orang yang bergerombol melihat kebakaran itu. Tepat ketika usahanya berhasil, seorang warga dari dalam rumah yang terbakar itu berlari keluar dengan menggendong seseorang yang masih mengenakan mukena putih. Dengan cepat, Hanifah mengenali sosok itu. Sosok itu adalah Emaknya. Hanifah dengan cepat segera berlari menuju Emaknya dan mencoba untuk melihat keadaannya.

Emak...!!!.., Emak...!!!!..., banguun.., Emak....!!!!” Teriak Hanifah di depan Emaknya yang tergeletak tidak bergerak.

Emak...!!!.., Emak...!!!!.., banguun.., Emak...!!!” Teriak Hanifah berteriak sekali lagi sambil menggoyang – goyangkan tubuh Emaknya yang tetap diam tak bergerak.

Hanifah terus memanggil – manggil Emaknya. Mencoba menyadarkan Emaknya. Ia terus menggoyang – goyangkan tubuh Emaknya, namun tetap tubuh Emaknya tetap tidak bergerak. Hingga akhirnya terdengar suara erangan kecil dari dalam mulut Emaknya.

Ndu..u...u..u..uk....

Emak...?!!, Emak...?, Emak masih hidup..? Toloong.., toloong.., Tolong Emak sayaa....” Teriak Hanifah.

Warga yang mengetahui hal tersebut langsung berlari menuju ke arah Hanifah dan Emaknya yang tergeletak lemah untuk mencoba memberikan pertolongan. Salah seorang warga, yang tak lain adalah ustadz-nya sudah menyiapkan mobil. Emak pun dengan segera di bawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis. Turut serta di dalam mobil itu Hanifah dan ustadz-nya yang ketika kebakaran tadi mencoba menenangkannya.

Tidak sampai sepuluh menit perjalanan, akhirnya Hanifah dan Emaknya pun tiba di Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Emaknya segera mendapatkan pertolongan medis setibanya di sana. Hanifah yang ingin serta masuk ke dalam ruang perawatan pun ditahan oleh salah seorang perawat disana. Ia dipersilakan menunggu di ruang tunggu untuk mendapatkan kabar selanjutnya dari dokter yang merawat Emaknya.

Sepuluh jam berlalu, dan belum ada juga tanda – tanda seorang dokter akan keluar dari ruang perawatan. Hanifah menunggu dengan gelisah, berharap tidak ada sesuatu yang buruk menimpa pada Emaknya. Ia tidak sendirian menunggu di ruang tunggu itu, Ustadzah-nya begitu sabar ikut menemani. Bahkan agar tidak terlalu gelisah dengan keadaan yang ada, Ustadzah itu menyuruh Hanifah untuk mencoba melafalkan beberapa ayat dalam surat tertentu. Hanifah pun serta merta membuka Al-Qur'an yang sedari tadi ia dekap kuat – kuat. Ia mulai membaca ayat – ayat itu. Perlahan – lahan, dibantu oleh Ustadzah-nya ia mencoba membaca ayat – ayat itu. Hingga akhirnya, ketika Hanifah terlarut dalam bacaannya sendiri, seorang dokter keluar dari ruang perawatan. Hanifah yang melihat hal tersebut langsung menutup Al-Qur'annya dan berlari menuju ke arah dokter tersebut.

“Bagaimana keadaan Emak Saya, Pak dokter...?” Tanya Hanifah berharap – harap cemas.

Alhamdulillah, Emak kamu baik – baik saja. Sekarang baru beristirahat untuk memulihkan tenaganya..” Jawab dokter itu dengan penuh wibawa.

“Jadi, Emak Saya baik – baik saja, ya dok...?” Tanya Hanifah sekali lagi.

Insya Allah, Emak kamu baik – baik saja. Kalau ingin melihat keadaan Emak, kamu sudah diperbolehkan masuk...” Jawab dokter itu kembali.

“Boleh, dok...?” Tanya Hanifah dengan wajahnya yang berubah cerah

“Boleh, silakan saja...” Jawab dokter itu sambil mengacungkan salah satu jarinya menunjuk ke arah pintu masuk ruang perawatan.

“Terima kasih, dok.., terima kasih....” Kata Hanifah mengucap terima kasih kepada dokter itu.
Hanifah segera berlari menuju ruang tempat Emaknya di rawat diikuti oleh ustadzah-nya yang setia menemani Hanifah. Hanifah segera masuk ke dalam ruangan tempat Emaknya di rawat dan menemukan Emaknya masih tergeletak lemah di ranjang rumah sakit. Tampak alat bantu pernafasan menempel pada hidung Emaknya, dan jarum infus masuk pada pergelangan tangan. Hanifah mendekati Emaknya dengan perlahan dan memanggilnya lirih.

“Emak...?

Hanifah akhirnya berada tepat di sisi tempat Emaknya terbaring. Ia kemudian duduk dan menggenggam tangan Emaknya yang lemah. Ia usapkan beberapa kali tangan Emaknya di pipinya kemudian menggenggamnya lagi erat – erat.

Emak.., Hanifah rindu Emak ngajarin Hanifah ngaji... “ Ucap Hanifah lirih disertai air mata yang meleleh di pipinya.

Emak...,” Panggil Hanifah lirih.

Hanifah pun memejamkan matanya mencoba membayangkan saat dirinya dulu diajari mengaji oleh Emaknya.

Nduk.., coba bacakan surat Al-Ikhlas....”

Hanifah segera mendongakkan kepalanya dan melihat Emaknya yang mulai tersadar dari pingsannya. Tak kuasa Hanifah menahan rasa bahagianya melihat Emaknya tersadar. Air matanya mengucur deras, menangis bahagia. Segera saja, Ia membuka Al-Qur'an yang selalu ia bawa kemana – mana dan mulai membacakan surat Al-Ikhlas...





Bismillahirrahmanirrahim....

QulhuAllahu Ahad

Allahus Samad

Lam Yalid walam yuu lad

Walam yakullahuu Qufuwan Ahad

Sadaqallahul Adziim”

Sadaqallahul Adziiim” Ucap Emak lirih. “Lancar kowe Nduk, baca Al-Qur'annya....”

Alhamdulillah, Mak..., di Masjid, Hanifah diajarin ama Ustadz – Ustadzah di sana, Mak...” Kata Hanifah lirih.

Alhamdulillah....” Kata Emak lirih. “Andai bapak kamu masih hidup, Nduk. Kamu pasti sudah lancar ngajinya sekarang....”

“Udah.., Emaak.., Jangan pikirkan yang sudah lalu.., Emak kan bisa ngajarin Hanifah ngaji.... biar lancar kaya Emak....” Kata Hanifah dengan penuh semangat. “Apalagi ini Ramadhan, Mak... Hanifah pengen khatam ngajinya...”

Insya Allah, kamu bisa khatam, Nduk...” kata Emak seraya mengusap – usap Al-Qur'an yang masih terbuka.

Emak sekarang istirahat dulu ya, biar Emak bisa lebih cepat pulangnya...” Kata Hanifah sambil membetulkan selimut yang mentupi tubuh Emak.

“Iya, Nduk.., Maafin Emak yaa Nduk.., uda buat kamu cemas....” Ucap Emak menangis.
Emaaak...,” Kata Hanifah yang kemudian memeluk Emaknya erat.

Keduanya saling memeluk. Hingga Akhirnya Emak dan Hanifah tertidur. Hanifah tidak melepaskan pelukannya meski dirinya sudah tertidur. Al-Qur'annya pun masih terbuka dan tergeletak di sisi Emak. Sedang Ustadzah-nya hanya menengok dari luar pintu ruang perawatan saja. Ustadzah itu tersenyum, melihat betapa indahnya kehidupan Hanifah dan Emaknya. Meski sudah kehilangan sesuatu yang berharga dari mereka, namun mereka masih mempertahankan satu satunya harta yang paling berharga untuk mereka di dunia dan di akhirat. Al-Qur'an.


- Al-Qur'an Emak -

-----*****-----

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Aku Pulang Kuliah

MEMORI TERAKHIR

PIALA BERGILIR