SOPIR KERETA



Sopir Kereta

Oleh: M. Irfan Luthfi

Jam 4 pagi. Inilah waktuku untuk segera beranjak bangun dari tempat tidurku. Di saat orang-orang masih terlelap dalam tidur mereka, Aku sudah harus bangun dan bersiap-siap menuju ke tempat kerjaku. Setelah sholat subuh, mandi, dan sarapan, segera kukenakan seragam biru berlambangkan angka 2 itu. Secara tidak langsung seragam itu sudah menunjukkan tempat di mana Aku bekerja. Ya, di P.T. Kereta Api Indonesia. Di situlah Aku bekerja. Bekerja sebagai masinis kereta. Memang bukanlah pekerjaan yang luar biasa. Namun Aku bangga dengan pekerjaanku ini. Kebanggaanku terletak pada sifat profesiku yang membantu mengantarkan para penumpang kereta untuk mencapai tujuannya dengan selamat. Terlebih bangga lagi, jika rangkaian kereta yang Aku masinisi dapat tiba tepat waktu sesuai jadwal di tempat tujuan.


Menjadi seorang masinis bukanlah sesuatu hal yang mudah. Aku harus berangkat pagi-pagi menuju Dipo lokomotif. Meskipun jam kerjaku adalah pukul 7, namun sudah kewajiban bagi tiap masinis untuk tiba 2-3 jam lebih awal. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk melakukan pengecekan terakhir pada komponen-komponen lokomotif sebelum "engine start". Aku sudah terbiasa dengan hal-hal tersebut. Berangkat dari rumah pukul 4.30 pagi dan tiba di dipo lokomotif pukul 5.00. Setelah itu Aku melapor tugas pada bagian operasional. Di saat Aku melapor itulah, Aku mendapatkan "daftar kerja" untuk hari ini. Di dalam "daftar kerja" itu berisi segala sesuatu yang harus Aku lakukan pada hari ini, dengan siapa Aku bekerja, loko mana yang akan Aku gunakan, dan rangkaian kereta apa yang akan Aku bawa. Sesaat setelah menerima "daftar kerja" itu, Aku melihatnya sejenak. Hari ini Aku mendapatkan 6 daftar kerja. Yang pertama mengeluarkan loko CC20135 dari dipo, menarik rangkaian kereta barang ke dua stasiun berikutnya, pindah ke loko CC20122, menarik kereta penumpang ke dua stasiun selanjutnya, memasukkan loko CC20122 ke Dipo, dan terakhir melapor tugas. Setelah membaca "daftar kerja" itu, Aku segera mengerjakan tugasku yang pertama, yakni mengeluarkan loko CC20135. Secara insting Aku menuju ke dipo dan mencari loko CC20135. Tidak sulit mencarinya, karena loko itu sudah di siapkan di ujung dipo. Aku berjalan ke arah loko itu, mengitarinya beberapa kali sambil mencek bagian bawah loko. Mulai dari bogi co-co nya, Tungkai rem, "Coupler", dan selang bertekanan. Setelah semua baik, Aku segera naik ke atas kabin dan masuk ke ruang mesin. Aku melakukan beberapa pengecekan kecil pada mesin. Seperti tinggi dan kualitas minyak pelumas, sistem hidrolik, dan pompa bahan bakar. Setelah kuyakinkan diriku bahwa mesin juga dalam kondisi yang baik, Aku kembali menuju kabin dan bersiap melakukan "engine start". Inilah tahap yang sebenarnya cukup sulit, jika tidak melakukannya dengan benar, maka hasilnya mesin tidak akan hidup.

Aku segera duduk di kursi masinis. Kugeser tuas batere untuk mengaktifkan Aki. Kemudian kuputar tuas pompa bahan bakar untuk mengalirkan bahan bakar ke ruang mesin. Kemudian kuputar tuas hidrolik pembangkit untuk melakukan pengapian awal mesin. Terakhir ku tekan tombol "engine start" beberapa saat. Mesin terdengar mulai berputar, setelah beberapa kali terdengar suara ketukan hidrolik, akhirnya mesin hidup. Seperti mesin pada umumnya, RPM awal akan tinggi, kemudian turun, turun, dan turun hingga mencapai idle. Saat sudah hampir mencapai idle itulah, Aku segera menutup pompa bahan bakar. Hal ini kulakukan supaya mesin tidak banjir dengan bahan bakar. Mesin sudah berhasil kuhidupkan. Aku tinggal menunggu temperaturnya naik ke temperatur mesin kerja. Hal ini perlu dilakukan supaya performa mesin terbaik bisa di dapatkan. Karena membutuhkan waktu yang cukup lama, Aku pun memutuskan untuk keluar dulu dari loko dan menuju kantin pegawai untuk membeli beberapa makanan serta minuman kemasan yang akan kubawa serta selama perjalanan nanti.

"Minta nasi bungkus lengkapnya 2 dan air botolnya 4 bu...." Pintaku kepada ibu-ibu pelayan kantin pegawai itu.
           
"Sebentar ya, Pak.., saya persiapkan dulu" jawabnya kepadaku.

"Iya, bu. Ndak usah tergesa-gesa..., jam saya masih agak lama" balasku "sambel terinya agak dibanyakin, bu...."

"O, ya..., segini cukup...?" Tanyanya padaku kembali

"Cukup, bu.." Kataku sambil mengacungkan jempol.

Sambil menunggu, Aku duduk di meja kantin sambil menonton televisi. Pagi itu sebuah berita sedang ditayangkan di salah saluran televisi. Beritanya tentang anjloknya kereta api yang terjadi tengah malam tadi. Ku lihat dan kudengar baik-baik berita itu hingga aku melihat nomor loko yang menarik. CC20133. Aku segera mengambil telepon genggam dari saku celana, dan mencoba mencari tahu siapa yang memegang kendali CC20133 malam itu. Aku mengirim sebuah pesan singkan ke pusat manifest kereta untuk mendapatkan informasi. Kumasukkan nomor loko dan waktu kerja. Tak sampai 5 menit sebuah balasan masuk ke dalam telepon genggamku. Aku membuka pesan itu dan membaca: CC20133 - Waktu Kerja: 4 September 2010; Shift 4: 23.30 - 24.45; Peta Kerja: DAOP VI km 0 - km 53; Masinis: Supriyadi; Co-Masinis: Ahmad Fathoni; Rangkaian: Kereta Barang 235.

Dari informasi itu Aku menemukan bahwa yang memegang kendali CC20133 malam itu adalah Supriyadi dan Ahmad Fathoni. Aku tak mengenal keduanya. Mungkin dari DAOP lain, sehingga Aku kurang begitu mengenal mereka berdua. Yang lebih penting, ada alasaanya mengapa sempat-sempatnya Aku mencek loko itu. Sebab pada hari yang sama, shift sebelumnya, Aku juga memegang kendali CC20133. Aku merasa begitu beruntung kejadian itu tidak menimpa pada diriku dan rekanku. Di tengah keasyikanku menonton TV, Ibu penjaga kantin datang menghampiriku dengan membawa nasi bungkus serta air minum pesananku.

"Semuanya dua puluh lima ribu rupiah, Pak..." Kata Ibu itu sambil menyerahkan pesananku.

"O, iya sebentar." Jawabku.
           
Aku segera merogoh saku celana belakangku untuk mengambil dompet. Kuambil beberapa lembar uang untuk membayar pesananku itu. Setelah membayar, Aku segera meninggalkan kantin itu. Tak lupa Aku mengucap terima kasih kepada Ibu penjaga kantin itu.

Aku berjalan kembali menuju loko. Di tengah perjalanan, Aku mendengar seseorang memanggilku. Dialah Pak Imron. Dia akan menjadi co-masinisku hari ini.

"Pak Joko, selamat pagi....!!!!"

"Eh, Pak Imron. Selamat pagi juga...!" Jawabku sambil mengulurkan tangan untuk mengajaknya berjabat tangan. Pak Imron segera menyambut tanganku dan menjabatnya dengan erat. Kemudian dia berkata,

"Semalam saya mendapat telepon dari pusat, katanya loko CC20135 akan dipindahkan besok"

"Kenapa dipindahkan? Bukankah loko itu masih baik?" Tanyaku pada Pada Pak Imron.

"Memang masih baik, tapi menurut kabar loko seri CC yang baru satu persatu akan menggantikan loko seri CC lama yang ada di sini" Jawabnya sambil menunjuk ke arah loko kami.

"Emm, peremajaan armada rupanya sudah dimulai ya...." Kataku menggumam.

"Kemudian seri CC 201 ini akan diganti dengan CC seri berapa?"

"Dari informasi yang ku dapatkan, CC201 seluruhnya satu persatu akan digantikan dengan CC204 yang memiliki kabin masinis lebih luas" Jawabnya.

"Oh, jadi begitu ya. Jadi ini adalah perjalanan kita yang terakhir dengan loko CC201 ini...?" Tanyaku sambil mengelus-elus salah satu bagian dari loko itu.

"Bisa dibilang begitu sepertinya" Kata Pak Imron.

"Baiklah, mari kita jalankan loko tua ini!" Ajakku kepada Pak Imron.

"Baiklah...!!!" Jawab Pak Imron semangat.

Aku segera menaiki loko itu dan masuk ke dalam kabin. Pak Imron menyusul di belakang. Seperti masinis pada umumnya, sebelum menjalankan loko, Aku memposisikan frekuensi radio navigasi sehingga dapat terhubung dengan Kantor pengatur perjalanan kereta api.

"Di sini loko CC20135 pada pusat navigasi, Apakah Anda mendengar? Ganti!" --

"Ya, di sini pusat navigasi, kami mendengar Anda loko CC20135, Ganti!"--

"Pusat Navigasi, kami siap untuk melakukan langsir, Ganti!" --

"Tunggu konfirmasi dari kami, loko CC20135. Jalur sedang penuh, Ganti!" --

"Menunggu konfirmasi dari Pusat Navigasi, Selesai!" --

Sambil menunggu konfirmasi dari Pusat Navigasi, Aku berbincang dengan Pak Imron. Kami membicarakan banyak hal, mulai dari pekerjaan, keluarga, bahkan kejadian-kejadian yang terjadi di sekitar tempat tinggal kami masing-masing. Sambil ditemani kopi panas yang Pak Imron bawa dari rumah, pekerjaan sebagai seorang masinis menjadi terasa menyenangkan. Di tengah-tengah pembicaraan kami, akhirnya Pusat Navigasi memberikan konfirmasinya.

"CC20135, silakan langsir. Percepatan 2, rem setengah penuh. Ganti" --

"CC20135, langsir. Percepatan 2, rem setengah penuh" --

Pak Imron pun mulai menarik tuas rem, dan memasang percepatan 2. Perlahan-lahan kami langsir keluar dari dipo dan menyusuri jalur yang sudah ditentukan Navigator.
Beberapa saat berjalan, Pusat Navigasi menghubungi kami kembali.

"CC20135, berhenti. Percepatan 2, rem penuh, Ganti" --

"Dikonfirmasi, CC20135 berhenti." --

Rupanya sedang ada perpindahan jalur. Sehingga kami diharuskan berhenti.

"CC20135, silakan lanjutkan perjalanan, Ganti" --

"Dikonfirmasi, CC20135 lanjut." --

Beberapa meter kemudian, kami disuruh berhenti kembali. Perpindahan jalur kembali dilakukan. Kali ini jalur diarahkan langsung menuju rangkaian kereta barang yang siap ditarik. Kami terus mengikuti instruksi-instruksi dari Pusat Navigasi hingga tiba tepat di depan rangkaian gerbong barang. Rupanya di sana Pak Abdul, salah satu kru mesin kami sudah siap untuk menyambungkan rangkaian dengan loko. Dia segera memberikan beberapa aba-aba kepada Pak Imron agar proses penyambungan dapat berlangsung dengan benar.

"Ceklek, Gleeng, ssssssst....."

Itulah bunyi khas yang keluar sesaat loko berhasil menyambung dengan rangkaian gerbong. Kemudian, Pak Abdul dengan sigap menyambungkan beberapa komponen penting lainnya. Seperti rantai penguat, dan selang bertekanan. Hal ini penting dilakukan, untuk memastikan bahwa proses "coupling" berjalan dengan baik. Setelah selesai dengan hal itu, Pak Abdul pun naik ke loko kami. Ia sekarang bertugas menjadi kru mesin loko kami. Sesaat setelah saling memberi salam dan berjabat tangan, Dia segera memasuki ruang kerjanya. Yakni ruang mesin yang cukup besar. Selagi menunggu instruksi selanjutnya dari Pusat Navigasi, Pak Abdul memeriksa seluruh komponen luar mesin untuk memastikan bahwa mesin dalam kondisi prima.

"Pak Joko, sepertinya ada masalah kecil pada sistem hidrolik" Katanya kepadaku.

"Apa masalahnya, Pak..?" Tanyaku kepadanya.

Kemudian dia menjelaskan permasalahannya dan akibatnya jika tidak segera dilakukan perbaikan sementara.
"Baiklah, Pak. Perbaiki saja dulu untuk sementara. Pastikan mesin ini aman. Jangan lupa masukkan juga ke dalam log ya, Pak." Kataku kepada Pak Abdul.

"Siap, Pak." Jawab Pak Abdul bersemangat.

Pak Abdul segera melakukan perbaikan sementara pada mesin kereta. Dengan terampil dia menggunakan berbagai peralatan mekanik untuk memperbaiki mesin loko yang sudah tua itu. Sementara Pak Abdul memperbaiki mesin, Aku terus berkomunikasi dengan Pusat Navigasi.

"CC20135 melapor pada Pusat Navigasi, CC20135 melapor pada Pusat Navigasi, Ganti" --

"Di sini Pusat Navigasi, silakan laporkan status, Ganti" --

"CC20135 sedang mengalami masalah mekanik, perbaikan sementara sedang dilakukan, Ganti" --

"Laporan diterima, CC20135 mengalami masalah mekanik. Laporkan jika telah selesai. Ganti" --

"Diterima, CC20135 keluar" --
           
"Pak Joko, mesin siap....!!!" Teriak Pak Abdul dari dalam ruang mesin.

"Baik, saya akan melaporkannya dahulu" Jawabku.

"Pusat Navigasi, di sini CC20135 melaporkan. Permasalahan telah diatasi. CC20135 siap. Ganti" --

"Laporan diterima CC20135, Tunggu konfirmasi pemberangkatan. Ganti" --

"Diterima, CC20135 keluar" --.

"Oke, Pak Imron semua tuas pasang idle. "Lever" posisi maju, rem penuh, percepatan 0. Kita menunggu konfirmasi dari Pusat Navigasi" Perintahku pada Pak Imron.

"Oke, Pak Joko" Jawab Pak Imron.

Dengan segera Pak Imron memposisikan semua tuas kendali menurut apa yang Aku perintahkan. Sementara itu Pak Abdul segera keluar dari ruang mesin dan duduk di kursi kru mekanik yang terletak di depan pintu ruang mesin. Dan Aku, sebagai masinis menunggu perintah dari Pusat Navigasi. Semuanya menunggu, tak tahu kapan akan mendapat perintah keberangkatan. Karena semua tahu, karena loko yang kami bawa ini sekarang menarik rangkaian kereta barang. Tentu saja, kereta barang mendapatkan prioritas paling akhir setelah semua kereta reguler pada shift tertentu diberangkatkan. Secara tidak langsung, Aku mendapatkan giliran terakhir berangkat pada giliran shiftku sekarang ini.

Pak Abdul merasa bosan duduk di dalam kabin. Ia kemudian keluar dan duduk di teras kabin. Aku melihat ia mengeluarkan sebatang rokok kemudian menyulutnya dan menghisapnya. Aku hanya diam saja melihatnya. Toh, jadwal keberangkatanku juga masih terlampau lama. Jadi masih banyak waktu untuk bersantai terlebih dahulu. Namun, karena posisiku adalah seorang masinis, Aku tak dapat berbuat apa-apa. Aku harus terus menunggu perintah dari Pusat Navigasi. Aku hanya dapat memandangi sekitar lewat jendela kabin. Sesekali memberikan salam pada pegawai-pegawai P.T. KA yang lewat di dekat rangkaian keretaku.
           
"Pak Joko, sudah jam berapa?" Tanya Pak Imron tiba-tiba kepadaku.

"Oh, ya sekarang sudah jam setengah sembilan" Jawabku sambil menunjukkan jam tanganku kepadanya.

"Wah, lama juga. Sudah panas ini pantat" kata Pak Imron mencoba berkelakar.
"Hahaha, sama Pak. Pantat saya juga demikian. Cuma bisa gerak kanan kiri depan belakang. Tapi tidak mungkin saya meninggalkan navigasi saya. Jikalau nanti ada hubungan dari Pusat Navigasi, dan saya tidak ada di tempat bagaimana. Kena sanksi saya..." Kataku sambil melihat kembali jam tangan.

"Betul, betul, Pak Joko. Apa seb...." Belum sempat Pak Imron menyelesaikan pembicaraannya, sebuah perintah pemberangkatan terdengar dari radio.

"CC20135, dikonfirmasi untuk berangkat. Sinyal hijau. Ganti" --

"Dikonfirmasi, CC20135 berangkat. Ganti" --

"CC20135 berangkat, rem setengah penuh, percepatan 2. Ganti" --
           
"Dikonfirmasi, rem setengah penuh, percepatan 2. CC20135 keluar" --

Selepas berkomunikasi dengan Pusat Navigasi, Aku pun memanggil Pak Abdul.

"Pak Abdul...!, kita berangkat...!"

"Baik, Pak Joko. Saya masuk." Jawab Pak Abdul seraya bangkit dari duduknya dan masuk kembali ke dalam kabin.

Akhirnya, terdengarlah peluit keberangkatan dan dengan sigap Pak Imron pun memposisikan tuas-tuas sesuai dengan instruksi dari Pusat Navigasi. Kereta mulai bergerak, perlahan meninggalkan gudang kereta barang menuju jalur utama.

            “Pak Abdul, bagaimana keadaan mesin…? Baik…?” Tanyaku sembari terus mengontrol laju kereta.

            “Untuk sementara ini, mesin dalam keadaan baik, Pak.., mesin GE ini masih sanggup bertahan sampai Stasiun Wates, Pak…” jawab Pak Abdul dengan melihat catatan teknisnya.

            “Selepas itu bagaimana…?” Tanyaku lagi.

            “Selepas itu Saya tidak dapat memastikan, Pak.., karena jarak antara Stasiun Wates dengan Stasiun Rewulu cukup jauh.” Jawab Pak Abdul lagi.

            “Mengapa Stasiun Rewulu..?” Tanyaku pada Pak Abdul.

            “Karena hanya di stasiun – stasiun itulah, kita bisa menemukan lokomotif – lokomotif cadangan yang bisa digunakan jika loko yang sekarang kita pakai ini rusak lagi, Pak…” Jawab Pak Abdul.

            “Baiklah jika begitu keadaanya, masukkan dalam log ya Pak.., karena dalam daftar kerja, kita hanya menarik kereta barang ini sampai ke stasiun barang selanjutnya.” Perintahku pada Pak Abdul.

            “Semua catatan kerusakan sudah dimasukkan ke dalam log, Pak…” jawab Pak Abdul sambil menunjukkan buku log loko.

            Aku pun mengacungkan jempol ke arah Pak Joko dan kemudian mengontrol kembali laju perjalanan kereta.

            “Pak Joko, kita berhentikan kereta ini di mana…?” Tanya Pak Imron padaku tiba – tiba.

            “Kita mendapatkan daftar kerja untuk memberhentikan kereta ini di stasiun barang selanjutnya. Ini berarti Stasiun Sentolo tujuan kita, Pak.” Jawabku dengan memperlihatkan daftar kerja.

            “Baik jika begitu, Pak…” kata Pak Imron seraya menganggukkan kepalanya.

            Awal mulanya, perjalanan kami cukup lancar. Kereta kami berjalan tanpa hambatan. Meski beberapa kali Pak Abdul harus bolak – balik memeriksa keadaan mesin, namun itu tidak terlalu mengganggu perjalanan kami. Hingga akhirnya sesuatu yang tidak kami percayai ada di hadapan kami. Satu rangkaian kereta tepat bergerak sejalur dengan kereta kami. Aku yang terkejut pun segera memerintahkan Pak Imron untuk menghentikan kereta. Pak Imron pun dengan segera melakukan perintahku dan berusaha menghentikan laju kereta. Sedangkan Aku terus membunyikan semboyan tiga lima berulang kali memberikan sinyal tanda bahaya. Namun, rupanya kereta di seberang kami tidak merespon. Rangkaian kereta itu terus saja bergerak ke arah kami dengan kecepatan tinggi. Aku terus membunyikan semboyan tiga lima, terus menerus bahkan hingga rangkaian kereta kami berhenti. Namun, karena tidak adanya respon, akhirnya Aku pun memberikan perintah terakhir yang sangat Aku ingat hingga sekarang.

            “Pak Joko, Pak Imron…, cepat kita tinggalkan loko ini…!!!!!!!”

            Mendengar perintahku ini, keduanya segera keluar dari loko dan menjauhinya. Begitu pula denganku, Aku juga turut keluar dari loko bersama mereka, hingga ketika kami berada di jarak yang cukup aman, kami hanya bisa menonton. Rangkaian kereta yang terus dengan cepat mendekati rangkaian kereta kami adalah sama – sama kereta barang. Namun entah kenapa, kereta itu melaju dengan cepatnya dan sepertinya tidak ada orang yang mengendalikan di dalam kabin loko. Rangkaian kereta itu makin mendekat.., makin mendekat.., dan tidak sampai dua menit…

            “Dhuuuaaaaar…!!!!! Blaaaar….!!!!!! Buzzzzz……!!!!!! Buuuum…..!!!!!”

            Itulah suara tabrakan antar dua rangkaian kereta terburuk yang pernah Aku dengar. Mungkin begitu pula dengan Pak Abdul dan Pak Imron. Kami bertiga langsung menjatuhkan diri dan melindungi kepala kami dari kemungkinan bahaya terkena imbas tabrakan itu. Barulah setelah suasana kembali tenang, Kami segera bangkit dan berlari menuju ke arah dua rangkaian kereta yang bertabrakan. Keadaannya sungguh tak dapat digambarkan dengan kata – kata lagi. Lima dari sepuluh gerbong dari rangkaian kereta kami sudah tak berbentuk lagi. Dua lainnya terguling dan keluar dari jalur, sedangkan sisanya masih berdiri di atas jalur meski sudah keluar dari rel. Sedangkan rangkaian kereta yang menabrak rangkaian kereta kami, lebih parah lagi. Hampir seluruh gerbongnya hancur dan terguling di sisi kanan dan kiri rel. Ini adalah kecelakaan terparah sekaligus kecelakaan pertama yang kualami sebagai seorang masinis. Tanpa pikir panjang lagi, Kami segera menuju kabin loko rangkaian kereta yang menabrak rangkaian kereta kami. Aku segera naik ke atas kabin dan satu hal membuat diriku benar – benar terkejut.

            “Pak Imron, Pak Abdul.., kabin kosong…” kataku merinding.

            “Kabin kosong…?” Tanya Pak Imron setengah tidak percaya.

            “Kosong, Pak.., benar – benar kosong.., “ kataku lagi.

            Karena tidak percaya jika kabin kosong, Pak Imron dan Pak Abdul pun segera naik ke atas loko. Sekali lagi, keadaan yang aneh ini membuat kami benar – benar terkejut dan tercengang. Hingga akhirnya Aku membaca pada label ID loko tersebut.

            “CC201 45”

            “Pak Abdul…, Pak Imron.., ini adalah loko yang diceritakan banyak orang, Pak..,  ini loko yang kata banyak orang sering mengalami kecelakaan karena kejadian yang aneh – aneh terjadi dengan loko ini Pak…” kataku dengan menunjuk pada label loko.

            “Wah.., benar sekali.., rupanya ini CC201 45.., milik Yogyakarta.., tapi mengapa bisa bergerak sendiri, padahal tidak orang di kabin…?” Tanya Pak Abdul.

            “Saya benar – benar tidak mengerti dengan kejadian ini, tapi yang jelas.., kita harus segera menghubungi pusat navigasi, Pak…” kata Pak Imron.

            “Betul.., betul.., jika begitu.., kita harus segera kembali ke loko kita, siapa tahu radio kita masih dapat dioperasikan…” kataku membenarkan anjuran Pak Imron.

            Kami bertiga segera turun dari loko itu dan beralih ke loko kami yang sudah tak berbentuk lagi bagian depannya. Namun syukurnya, kabin masih utuh, sehingga seluruh peralatan di dalamnya masih dapat digunakan. Tak membuang waktu lagi, Aku segera menghubungi pusat navigasi di Yogyakarta dan memberitahukan keadaan yang kami alami. Mereka merespon dan akan segera mengirimkan bantuan ke daerah tempat kami mengalami kecelakaan. Setelah hubungan radio terputus, Aku pun terduduk di kursi masinis dan melihat ke depan. Tampak bagian depan dari kabin loko CC201 45 tidak berbentuk lagi. Hancur.., dikarenakan tabrakan yang sedemikian kerasnya, dan membuat seluruh gerbongnya hancur pula.

Aku benar – benar tidak percaya jika tadi Aku sangat dekat dengan kematian. Bahkan kami semua. Jika tabrakan itu terjadi pada jalur lingkar di mana terdapat titik buta untuk seorang masinis, mungkin saja, keadaan kan tidak seberuntung ini. Aku pun segera mengajak Pak Abdul dan Pak Imron untuk keluar dari loko untuk menunggu bantuan datang. Mereka menyetujui ajakanku dan kami bertiga pun keluar dari loko untuk menunggu bantuan.

Tidak sampai setengah jam, bantuan yang kami harapkan datang. Mulai dari kereta penderek, kereta dengan crane, kereta perlengkapan, dan kereta untuk keperluan medis. Kami segera bangkit dan menyambut datangnya bantuan itu. Dalam waktu sekejap, zona kecelakaan menjadi sangat ramai dengan para teknisi yang berusaha untuk membereskan kecelakaan yang terjadi. Semula para teknisi itu tidak percaya jika CC201 45 dalam keadan kosong, mereka baru percaya setelah mendapatkan laporan dari stasiun sebelumnya, bahwa CC201 45 yang sedang ditinggal masinisnya tiba – tiba bergerak sendiri. Tidak mau memperpanjang masalah ini lagi, para teknisi itu segera membongkar bangkai – bangkai gerbong yang sudah hancur. Ada yang memotong, mengelas, dan ada pula yang mengangkutnya dan dimasukkan ke dalam kereta pengangkut. Sedangkan kereta crane dioperasikan untuk mengembalikan gerbong – gerbong yang masih baik ke atas rel kereta. Mereka bekerja berjam – jam hingga seluruh sisa dari kecelakaan itu dapat disingkirkan dan perjalanan kereta lancar kembali.

Bagiku ini adalah pengalaman yang begitu berharga. Begitu dekat kita dengan bahaya. Hanya kewaspadaan, ketenangan, dan kesiapan mentallah yang dapat meminimalisir bahaya tersebut. Aku bangga dengan pekerjaanku sebagai seorang masinis. Pekerjaan yang memberikan manfaat kepada semua orang. Mengantarkan orang – orang untuk bertemu sanak saudaranya, menyelesaikan pekerjaannya, ataupun mengantarkan kebutuhan barang – barang orang – orang di suatu daerah. Pekerjaan mulia yang tiap orang belum tentu bisa melakukannya. Bersama teman – teman kru yang selalu membantu, kan kujalankan terus loko tempatku bekerja. Kecelakaan yang kualami ini hanyalah sebagian kecil dari kesalahan yang dilakukan dalam usaha menuju kesempurnaan. Percayalah, suatu hari, kereta api kita kan lebih baik. Pelayanan yang diberikan pun dari hari ke hari pun makin baik. Keselamatan penumpang pun semakin terjamin. Kualitas kereta api kita sudah semakin baik. Jayalah kereta api Indonesia. Jayalah P.T. KAI….!!!.


-----*****-----

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Aku Pulang Kuliah

MEMORI TERAKHIR

PIALA BERGILIR