BURUNG MERPATI DAN SEORANG PEMBURU
BURUNG
MERPATI DAN SEORANG PEMBURU
Oleh: M. Irfan Luthfi
Kisah
ini bermula di mana pada zaman dahulu, burung merpati masih dianggap sebagai
hewan yang paling penting dalam kehidupan manusia. Burung Merpati menjadi
sangat penting karena burung ini dapat mengantarkan pesan yang ditulis oleh
manusia hingga bermil – mil jauhnya. Apapun bentuk pesannya, Merpati akan terus
mengantarkannya hingga ke tempat tujuan yang diinginkan oleh si pengirim pesan.
Oleh karena itu, pada zaman itu, perburuan terhadap burung Merpati sangatlah
dilarang.
Tersebutlah
di sebuah kota. Kota Chief namanya.Kota itu cukup terkenal karena di kota itu,
banyak sekali burung merpati singgah untuk sekadara beristirahat dan mencari
makan sebelum mereka terbang kembali menuju ke kota tujuan. Karena saking
banyaknya burung merpati yang singgah, membuat kota itu lebih tampak seperti
kota burung daripada kota yang ditinggal oleh manusia. Namun, para penduduk di
sana menganggap hal itu sebagai berkah, karena dengan begitu akan lebih banyak
orang lagi yang mempercayakan Kota Chief sebagai kota tempat persinggahan para
burung. Sang walikota pun tidak tinggal diam melihat keadaan hal ini. Setiap
hari ia berkeliling kota hanya untuk memeriksa apakah tiap penduduk di kota itu
merawat dan menjaga tiap burung merpati yang datang dan singgah.
Di
sudut kota, tidak jauh dari pusat kota, terdapat satu rumah di mana pemilik
rumah itu adalah seorang pemburu. Kesehariannya digunakan untuk berburu
binatang di hutan dan dijual kembali ke pasar hewan yang ada di kota itu.
Pemburu itu sangat tertutup. Bahkan, sepanjang hari hanya dua atau tiga kali ia
terlihat di luar rumah. Itu pun hanya untuk mencari sesuatu guna kebutuhan
hidup kesehariannya. Keadaan pemilik itu semakin misterius saja setelah putra
satu – satunya tidak kembali setelah ikut dalam ekspedisi enam bulan yang lalu.
Oleh karena itu, banyak penduduk di kota tersebut tidak begitu mengenal si
pemburu itu.
Pada
satu hari, ketika kabut turun di kota itu, si pemburu itu keluar dari rumahnya
dan berencana untuk berburu. Ia berjalan ke arah gudang tempat ia menyimpan
segala jenis senjata untuk memburu hewan. Di gudang itu terdapat banyak sekali
jenis senjata. Mulai dari senjata yang digunakan untuk memburu hewan – hewan
kecil, hingga senjata yang dapat digunakan untuk memburu gajah. Namun
tampaknya, hari ini ada yang berbeda. Si Pemburu itu tidak mengambil jenis
senjata yang sering ia gunakan untuk berburu. Ia hanya mengambil senapan angin
dan beberapa peluru plastik yang tidak dapat melukai. Setelah semua persiapan
siap, Ia pun segera menarik kudanya keluar dan dalam waktu kurang dari lima
menit, Ia sudah tidak tampak lagi melesat jauh ke dalam hutan. Kepergiannya ke
hutan tidak diketahui oleh sebagian besar penduduk kota. Karena saat itu
suasana berkabut dan malam masih menyelimuti.
Tiba
di hutan, sang pemburu itu pun langsung mengikat kudanya pada sebatang pohon
besar. Ia segera menurunkan semua perlengkapan perburuannya dan menyiapan
senapan anginnya. Benar – benar berbeda tingkah pemburu hari ini. Biasanya ia
langsung memanjat ke atas pohon untuk mengintai buruannya. Namun hari ini
tidak, Ia tetap di atas tanah dan pandangannya melihat ke arah ranting –
ranting pepohonan yang ada di atas. Ia bergerak perlahan sekali, bahkan sampai
tidak terdengar suaranya. Sesekali Ia dekatkan lensa bidik senapannya ke
matanya untuk mencari hewan buruannya. Beberapa kali Ia melihat hal itu dan
tiba – tiba terdengar suara.
“Tassssss.....
Buuuk....” setelah terdengar suara itu, kemudian seekor burung merpati hitam jatuh
ke atas tanah.
“Plak...
Plak... Plak... Plak.. Plak..., Plak....,” burung itu menggelepar tak berdaya
di atas tanah.
Pemburu
itu pun langsun mengambil burung merpati hitam itu dan kemudian memasukkannya
ke dalam kandang yang sudah ia siapkan. Setelah mendapatkan merpati hitam itu,
Pemburu itupun langsung melesat lagi kembali menuju kota.
Sesampainya
di kota, nampaknya hari telah berubah siang. Kedatangannya di kota diketahui
banyak orang. Apalagi, kandang tempatnya menyimpan hasil buruannya juga
terlihat. Orang – orang begitu tercengang setelah melihat ada seekor burung
merpati hitam ada di dalam kandang. Namun orang – orang yang melihat hal
tersebut tidak berani untuk mendekat ataupun berbicara mengingat pemburu itu
adalah orang yang cukup misterius di kota itu. Ia terus bergerak menuju
rumahnya secara perlahan, tidak merasa canggung ketika orang – orang melihat ke
arahnya.
Sesampainya
di rumah, Ia segera mengikatkan kudanya pada sebatang kayu. Barulah kemudian ia
menurunkan semua peralatan termasuk hasil buruannya. Setelah meletakkan
senjatanya di gudang, Ia pun kembali masuk ke dalam rumah dengan membawa satu
kandang yang berisi merpati hitam hasil buruannya. Sesampainya di dalam rumah,
Ia tidak segera mengeluarkan burung merpati hitam itu dari dalam kandang. Namun
Ia terlebih dahulu menghabiskan rokok yang sudah Ia sulut semenjak
perjalanannya kembali dari hutan.
“Tahukah
kamu, burung merpati...? bahwa ada alasan tersendiri mengapa Aku menembak mu..”
kata sang pemburu berbicara sendiri. “Aku ingin mengirimkan surat, namun Aku
tak ingin suratku itu harus berpindah ke tangan orang lain terlebih
dahulu.(=petugas POS). Aku ingin mengirimkan suratku sendiri dan dapat langsung
sampai tanpa harus melalui perantara orang lain....”
“Anak
ku sudah lama tidak kembali ke kota, dan Aku mulai khawatir padanya. Semenjak
Ia mengikuti satu pelayaran menuju ke Kota Impian, setengah tahun yang lalu,
Tidak terdengar lagi kabarnya. Dan Aku ingin mengirimkan sebuah surat pendek
untuk mengetahui bagaimana kabarnya. Maukah kau melakukannya itu buatku...?”
Tanya sang pemburu sambil menatap tajam ke arah burung merpati hitam itu.
“Engkau
mungkin tidak mengetahui apa yang Aku bicarakan ini, namun perlahan, Aku akan
membuatmu mengerti mengapa Aku menembakmu dan membawamu ke rumah ini” kata sang
pemburu lagi.
Setelah
Ia cukup lama berbicara sendiri, Ia mulai mengambil kandang itu dan membuka
pintunya. Kemudian, Ia keluarkan burung merpati hitam itu dan mulai merawat
lukanya. Sungguh tak biasa apa yang dilakukan oleh pemburu hari ini. Seharian
penuh, Ia habiskan waktunya bersama merpati hitam itu. Ia rawat merpati hitam
itu, memberikan makan dan minum berharap agar kembali kuat dan dapat memenuhi
keinginannya. Pada awal mulanya burung merpati hitam itu tidak mau makan. Ia
hanya bertengger diam dan tak bergerak banyak. Sang pemburu mulai pasrah akan
keadaan bahwa Ia tidak dapat membuat merpati hitam itu kembali sehat.
Setidaknya hingga suatu hari, Ia lepaskan ikatan yang mengikat kaki burung
merpati hitam itu. Burung Merpati Hitam itu pun tiba – tiba saja langsung
mengepakkan sayapnya beberapa kali. Tidak terbang namun hanya mengepakkan
sayapnya saja. Kemudian merpati hitam itu menutup kembali sayapnya dan kembali
diam. Melihat hal itu, sang Pemburu mencoba memberikan makanan dan minuman
kembali. Kali ini merpati hitam itu mau memakan makanan yang diberikan oleh
sang Pemburu itu. Betapa gembiranya sang Pemburu itu setelah melihat merpatinya
mau memakan makanan yang diberikannya. Merpati hitam itu memakan biji bijian itu
dengan cepatnya. Tidak sampai lima menit, biji bijian yang diberikan oleh sang
Pemburu itu habis. Melihat hal itu, sang Pemburu tinggal diam. Ia segera
memberikan satu genggam lagi biji – bijian untuk merpati hitam itu. Merpati
hitam itu terus saja memakan habis biji – bijian yang diberikan oleh sang
Pemburu. Hingga terlihat temboloknya membesar dan merpati hitam itu terlihat
segar kembali.
“Merpati
Hitam., maukah kau melakukan sesuatu untukku.” Tanya sang Pemburu.
“Plak...!
Plak...!” Merpati Hitam itu mengepakkan sayapnya dua kali. Sang Pemburu yang
melihat hal itu mengerti apa yang dilakukan oleh merpati hitam itu. Ia pun
segera mengambil sepucuk kertas dan pena. Kemudian menuliskan sesuatu pada
sepucuk kertas itu.
Tiga
puluh menit berlalu, dan sang pemburu masih menuliskan sesuatu pada sepucuk
kertas itu. Hingga akhirnya diakhiri dengan sebuah coretan pada ujung bawah
kertas itu, barulah pemburu itu memasukkan sepucuk kertas itu ke dalam sebuah
wadah dan diikatkan ke kaki merpati hitam itu.
“Kau
tahu harus terbang kemana, merpati hitam..” kata sang pemburu itu. Kemudian
baru ia melepaskan merpati hitam itu ke langit luas.
Merpati
hitam itupun terbang menembus langit biru. Makin tinggi.., makin tinggi.., dan
makin jauh tidak terlihat. Hingga akhirnya merpati hitam itu benar – benar
hilang ditelan awan tebal di langit luas. Pemburu itu pun hanya bisa menunggu
di jendela menara rumahnya. Menunggu akan kembalinya merpati hitam itu dengan
membawa sepucuk surat yang berbeda isinya. Meskipun itu sangat kecil harapannya
bisa terjadi.
-----*****-----
Dua
bulan telah berlalu semenjak pemburu itu melepaskan merpati hitam itu ke langit
lepas. Ia masih terus menunggu di jendela menara rumahnya. Hingga tidak terasa
pemburu itu makin menua dan terlihat sekali jenggot dan kumisnya yang
memanjang. Pakaian yang sudah mulai lusuh dan seperti tidak pernah dicuci. Ia
hanya terus memandang ke arah langit luas menunggu kembalinya merpati hitam
yang dua bulan yang lalu Ia lepaskan ke langit luas.
Ia
terus menunggu dan menunggu hingga waktu sudah enam bulan berjalan lamanya.
Namun belum ada tanda – tanda dari merpati hitam kembali dari langit luas. Ia
melihat ke arah langit utara, langit selatan, kemudian ke arah langit timur dan
langit barat. Namun tak terlihat juga merpati hitam yang sudah Ia lepaskan enam
bulan yang lalu. Hingga akhirnya ia terjatuh dan tersungkur di lantai puncak
menara itu. Ia merasa bahwa ajalnya makin dekat dan merasa tidak mampu lagi
menunggu datangnya merpati hitam. Ia
melihat tangan dan kulitnya yang yang sudah mengeriput dan tidak tampak
muda lagi. Kekuatannya juga semakin lama semakin hilang. Ia semakin tidak tidak
berdaya lagi dan terasa sekali ada sesuatu yang mulai menarik nyawanya. Terasa
sekali kakinya mulai mendingin dan mengkaku. Ia hanya bisa merasakan rasa
dingin dan kekakuan itu makin lama makin naik dan saat Ia merasakannya,
jantungnya makin berdebar kencang. Ia pun menyerah pada keadaan yang Ia alami.
Hingga ketika rasa kekakuan itu mulai naik ke tubuhnya, terdengar suara kepakan
sayap burung mendekat. Kepakan sayap burung itu terdengar makin mendekat,
mendekat dan mendekat hingga akhirnya seekor merpati hitam terbang melesat
masuk ke dalam menara itu. Sang Pemburu yang sudah dalam keadaan sekarat
melihat merpati hitam itu. Ia hanya bisa mengangkat salah satu tangannya,
menggapai menggapai seperti ingin meraih namun tidak bisa. Hingga beberapa
waktu kemudian, sang pemburu itu masih berusaha mendekat dan meraih burung
merpati hitam itu, namun Ia tetap tidak bisa melakukannya. Tubuh bagian
bawahnya yang telah mulai mengkaku membuatnya tak bisa berjalan dengan kedua
kakinya. Sehingga dengan menggunakan kedua tangannya, Ia menggeser geser
tubuhnya hingga dekat dengan burung merpati hitam itu dan Ia dapat menangkap
merpati hitam itu kembali.
“Di
saat Aku telah sekarat begini, Engkau baru kembali. Dasar burung nakal...” Kata
sang pemburu itu sambil tersenyum.
“Plak...
Plak... Plak... Plak..., “ burung itu
mengepakkan sayapnya ketika masih berada di genggaman pemburu itu.
“Mari
kita lihat, apakah kau membawa berita baru” kata sang pemburu itu yang kemudian
membalikkan merpati hitam itu untuk melihat wadah di kakinya apakah isinya
berubah atau belum. Pemburu itu membukanya dengan perlahan dan betapa
terkejutnya ia melihat isi di dalam wadah itu telah berubah. Dulu, pertama Ia
melepaskan merpati hitam itu, Ia masukkan ke dalam wadah sebuah surat dengan
menggunakan kertas berwarna putih. Kini isinya telah berubah. Isi wadah itu
berupa kertas yang berwarna merah muda. Ia segera mengambil kertas berwarna
merah muda itu dan kemudian membacanya. Ia begitu terkejut ketika membaca surat
itu. Isi surat itu kurang lebih seperti ini:
“Ayah,
suratmu telah Aku terima. Aku Jake putramu, telah sampai di Pula Impian. Aku
mintaa maaf, Ayah. Karena setiba Aku di sini, Aku tidak segera memberikan kabar
kepada Ayah karena ketidak sediaan alat untuk mengirimkan pesan buat Ayah.
Namun beberapa bula setelah Aku tiba di sini, merpati hitammu tiba di Pulau ini
dengan membawa suratmu, Ayah. Aku begitu bahagia setelah membaca suratmu, Ayah.
Terasa sekali kita sedang bertemu dan sedang bercakap cakap.
Ayah,
Aku akan menetap di Pulau ini untuk membangun sebuah peradaban. Di sini begitu
banyak sekali yang dapat kita manfaatkan, Ayah. Alam menyediakan terlalu banyak
buat kita Ayah. Sehingga ekspedisi berencana untuk tidak kembali dan akan
membangun peradaban di sini Ayah. Semoga Ayah dapat memakluminya. Aku tidak
akan kembali Ayah.
Ayah, Andai kita masih dapat
bertemu, Aku kan bercerita banyak mengenai pulau ini Ayah. Begitu banyak hal
yang harus kuperlihatkan dan kuceritakan kepadamu Ayah. Ayah....
Ayah,
putramu masih hidup dan kini akan membangun sebuah peradaban....”
Begitu selesai membaca surat dari
Anaknya itu, sang pemburu langsung ambruk ke atas lantai. Surat yang ia genggam
jatuh dan Ia hanya dapat memandanginya. Air matanya meleleh dan Ia hanya dapat
melihat kertas berwarna merah muda itu sudah tergeletak di atas tanah. Akhirnya,
Ia dapat memastikan bahwa anaknya baik – baik saja dan saat ini sedang berjuang
membangun sebuah peradaban. Sebuah kebanggaan tersendiri buat sang pemburu,
karena Ia telah berhasil mendidik anaknya untuk terus berjuang untuk orang
lain. Akhirnya, ajal pun menghampiri tubuhnya bagian atas. Jantungnya makin
berdegup kencang dan napasnya mulai tak beraturan. Namun Ia tetap berusaha
mengatur napasnya. Ia bernapas pelan dan tenang. Sambil menunggu ajal merenggut
ruhnya, di detik detik terakhirnya, Ia hanya dapat memandangi langit – langit menara
rumahnya. Ia membayangkan bagaimana keadaan putranya sekarang. Di langit –
langit itu tergambar jelas putranya yang sedang membangun sebuah bangunan
bersama tim ekspedisi lainnya. Di langit – langit itu pula tampak jelas juga
putranya yang memegang sebuah tongkat komando di atas sebuah podium. Ia tahu,
bahwa putranya akan menjadi orang hebat di tempat peradaban yang baru saja Ia
bangun.
Akhirnya
ajal merenggut seluruh ruh yang ada di tubuhnya. Ketika ruhnya keluar dari
tubuhnya yang tak berdaya, hal yang terakhir Ia lihat adalah putranya yang
hidup secara bahagia. Selepas itu, tidak apa – apa lagi. Semuanya gelap dan Ia
melihat tubuh tuanya sudah terbujur kaku di lantai menara rumahnya. Terbujur
kaku bersama surat berwarna merah muda dan merpati hitam yang hinggap di atas
tubuhnya. Akhirnya Ia bertemu dengan kematian dan rela ruhnya dibawa ke tempat
di mana Ia seharunya berada.
Merpati
hitam yang sedari tadi hinggap di atas tubuhnya –mulai dari menjelang kematian
sang pemburu hingga tubuh sang pemburu itu berubah kaku. Akhirnya merpati hitam
itu pun terbang kembali keluar dari dalam menara rumah itu dan terbang kembali
ke langit luas. Merpati hitam itu terbang ke arah utara. Makin jauh..,. jauh
dan akhirnya hilang ditelan oleh langit luas.
Burung Merpati dan Seorang Pemburu.
-----*****----
Komentar
Posting Komentar