PENERBANGAN TERAKHIR




PENERBANGAN TERAKHIR

Oleh: M. Irfan Luthfi


           
            Pagi hari, mentari pagi masih belum juga menampakkan raut mukanya. Namun aktifitas di satu landasan pacu pesawat terbang di Jogja sudah menampakkan keriuhannya. Beberapa orang berjaket coklat tampak mengeluarkan sebuah pesawat terbang – kecil – namun lengkap dengan senjata tempurnya. Sementara beberapa orang berjaket coklat lainnya tampak menyiapkan sebuah pesawat penumpang di ujung landasan. Sebuah DC-47 tampak dipersiapkan untuk terbang jauh pada hari itu. Keriuhan semakin tampak menghebat setelah kedua mesin DC-47 tersebut dinyalakan. Suara deru mesin turbo-prop itu benar – benar memecah keheningan pagi di Jogja. Namun tampaknya, bagi orang – orang berjaket coklat itu, suara deru pemecah keheningan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Karena tampak sekali mereka tidak terganggu sedikit pun dengan suara pemecah keheningan itu. Beberapa saat setelah kedua mesin dinyalakan, DC-47 itu pun perlahan bergerak menuju hangar. DC-47 itu tampak kemilau terkena sinarnya mentari pagi. Di hangar itu rupanya telah menunggu orang – orang penting yang akan menumpang pesawat itu untuk tujuan yang tiada berakhir.


            Orang – orang itu mendapatkan tugas yang cukup berat. Cukup berat jika melihat keadaan Jogja dan Indonesia di kala itu masih dalam kondisi labil dan langit belum bersahabat. Pesawat – pesawat Belanda, kerap kali terbang melintas cepat dari barat ke timur. Dengan satu tujuan yang pasti, yakni mengobrak – abrik kedaulatan Republik yang baru saja merdeka. Oleh karena itu, satu pesawat latih yang telah dimodifikasi menjadi pesawat tempur akan ikut terbang bersama DC-47 itu. Pesawat latih hasil modifikasi itu akan mengawal penerbangan berbahaya itu. Meskipun kemampuannya masih bisa dibilang di bawah pesawat tempur Belanda.

            Akhirnya, DC-47 itu tepat berhenti di depan hangar. Beberapa saat kemudian keluar dua orang berjaket coklat dari pintu pesawat. Merekalah penerbang – penerbang yang akan melakukan penerbangan berbahaya itu. Mereka telah bersepakat untuk mencoba melewati semua bahaya yang ada agar dapat menjalankan misi yang terbilang cukup “mustahil”. Kedua penerbang itu segera menemui orang – orang yang akan ikut dalam penerbangan itu. Mereka menjabat tangan masing – masing dari orang – orang itu. Mereka semua tidak pernah tahu bagaimana akhir dari penerbangan yang akan mereka lakukan. Yang mereka hanya tahu adalah bagaimana cara melakukan sesuatu yang tebaik untuk bangsa mereka.

            Setelah bercengkerama sebentar, akhirnya tepat pukul tujuh pagi mereka bersepakat untuk memulai penerbangan berbahaya itu. Satu persatu, dimulai dari penerbang – penerbang yang berani masuk ke dalam DC-47 itu, baru kemudian disusul orang – orang yang ikut dalam penerbangan itu. Terakhir masuk adalah seorang berbaju coklat lagi – seorang mekanik – yang akan terus mengawasi keadaan DC-47 itu. Setelah itu, pintu pesawat ditutup rapat dan disusul dengan kembali menderunya kedua mesin turbo-prop itu. DC-47 itu tidak segera bergerak meninggalkan hangar. Rupanya, penerbangan berbahaya itu didahului dengan terbangnya tiga pesawat latih modifikasian. Barulah, setelah ketiga pesawat latih modifikasian itu mencapai ketinggian yang cukup, DC-47 itu bergerak perlahan meninggalkan hangar dan menuju ke salah satu ujung landasan untuk melakukan take off. Selama lima menit, DC-47 itu melakukan perjalanan dari hangar ke ujung landasan yang telah ditentukan berdasarkan arah angin pada pagi itu. Setelah mencapai ujung landasan, DC-47 itu bergerak memutar mengarah ke ujung landasan yang lain. Setelah yakin keadaan pesawat segaris lurus dengan landasan, penerbang – penerbang yang telah siap dengan seluruh peralatan navigasi pesawat itu pun berkomunikasi dengan tower pemantau. Hingga sepuluh menit, DC-47 itu tidak beranjak dari tempatnya. Meskipun langit pagi itu tampak lebih bersahabat dari biasanya. Namun, rupanya itu dicurigai menjadi salah satu taktik Belanda untuk menggagalkan penerbang ini. Sehingga tower belum dapat memutuskan status keamanan untuk DC-47 dapat terbang.

            Lima belas menit kemudian, penerbang – penerbang yang berani itu pun mencoba hal yang belum pernah dilakukan. Mereka akan mencoba terbang perlahan dengan dikawal sepenuhnya oleh ketiga pesawat latih modifikasian tadi. Dengan demikian, mereka berharap Belanda akan dapat melihat bahwa penerbangan ini telah mendapatkan pengawalan yang cukup ketat. Keputusan ini cukup mendapatkan perdebatan sengit dari tower, karena mereka tidak berencana untuk menggagalkan penerbangan ini. Mereka ingin penerbangan ini aman dan lancar mencapai tujuan yang diharapkan. Penerbang – penerbang itu mencoba meyakinkan bahwa penerbangan ini akan aman, karena mereka pernah melakukan taktik penerbangan ini sebelumnya. Akhirnya setelah membutuhkan waktu ekstra sepuluh menit berdebat, tower pun menghidupkan lampu hijau landasan yang menandakan bahwa pesawat diizinkan untuk terbang. Tanpa membuang waktu lagi, penerbang – penerbang berani itu pun langsung menarik tuas tenaga untuk menambah daya putar mesin DC-47 itu. Perlahan, DC-47 itu pun bergerak meninggalkan ujung landasan. DC-47 itu bergerak makin cepat dan ketika hampir mencapai ujung landasan yang lain, roda depan DC-47 itu pun mulai terangkat dari landasan disusul dengan roda belakangnya. DC-47 itu terbang menuju langit biru untuk menjalankan misi yang cukup berbahaya itu.

            Sesaat setelah DC-47 itu lepas landas, ketiga pesawat latih modifikasian yang telah terbang terlebih dahulu segera menyusun formasi pengawalan. Dua pesawat berada di sisi kanan dan kiri DC-47 dan satu yang lain berada di belakangnya. Dengan demikian, hampir tidak ada celah untuk pesawat – pesawat Belanda melakukan penyerangan. Rupanya taktik itu agaknya berhasil untuk dilakukan. Pesawat – pesawat Belanda yang memenuhi langit Republik tidak ada yang berani menembakkan satu peluru pun atau bahkan mendekat untuk melakukan pemeriksaan. Pesawat – pesawat belanda itu hanya terus mengikuti penerbangan itu dari belakang. Terus hingga akhirnya DC-47 itu terbang melintasi laut Jawa. Saat itulah, baik pesawat tempur Belanda maupun pesawat latih modifikasian tadi harus melepas penerbangan DC-47 itu karena kapasitas bahan bakar yang tidak mencukupi. Sementara itu DC-47 itu pun telah selamat dari tahap paling berbahaya dari penerbangan ini.
           
            Misi pun terus berlanjut. Namun sudah cukup aman karena telah terbang di atas lautan yang luas di mana armada Belanda tidak ada yang mampu terbang hingga di mana DC-47 saat ini berada. Misi yang berbahaya itu sebenarnya adalah misi kemanusiaan, di mana orang – orang yang ikut dalam penerbangan harus mengambil kebutuhan obat – obatan untuk kebutuhan tentara Republik. Obat – obatan itu ada di luar negeri dan harus diambil dengan menggunakan penerbangan. Hal ini dilakukan, supaya obat – obatan tersebut dapat dengan cepat segera diambil dan diantarkan ke seluruh distrik medis yang tersebar di kamp – kamp tentara Republik. Sedangkan orang – orang yang ikut dalam penerbangan itu adalah orang – orang penting, diplomator, dan dokter – dokter yang ahli dan berpengalaman.

            Penerbangan untuk mengambil obat – obatan telah berhasil dilakukan, namun kini muncul masalah baru. Masalah baru tersebut tidak terpikirkan sejak awal dan mereka baru menyadarinya ketika akan terbang kembali menuju Jogja. Bagaimana cara melakukan koordinasi dengan landasan yang berada di Jogja bahwa mereka terbang kembali?. Satu pertanyaan yang tidak bisa mereka jawab hingga tiba waktunya untuk mereka terbang kembali ke Jogja. Jika demikian, ketika mereka memasuki Pulau Jawa, mereka akan dihadapkan pada armada – armada tempur Belanda yang telah bersiap di langit Republik. Sedangkan mereka akan terbang tanpa pengawalan. Tanpa taktik dan rencana, inilah keputusan terakhir yang bisa mereka buat. Karena kondisi saat itu yakni sistem komunikasi yang belum memungkinkan untuk melakukan komunikasi jarak jauh secara cepat dan dalam waktu itu juga.

            Penerbangan pun kembali dilakukan. Namun benar – benar kali ini, mereka terbang tanpa pengawalan. DC-47 itu terbang sendiri di tengah lautan yang luas dan bersiap menghadapi serangan yang mungkin akan terjadi ketika mereka memasuki langit Jawa. Penerbang – penerbang yang melakukan kendali penuh atas penerbangan DC-47 itu terus mencoba melakukan komunikasi dengan tower di Jakarta. Berharap tower di Jakarta dapat mendengar panggilan radio mereka sehingga dapat memberikan respon atas penerbangan yang sedang mereka lakukan. Namun, beberapa melakukan panggilan, tetap tidak ada yang mendengar hingga akhirnya ujung Pulau Jawa sebelah utara mulai terlihat. Penerbang – penerbang itu mulai berharap cemas akan keselamatan penerbangan yang sedang mereka lakukan. Oleh karenanya, salah satu dari mereka pun mencoba memberitahukan hal itu kepada seluruh penumpang. Salah satu penerbang itu, berbicara melalui pengeras suara kabin, Ia berkata bahwa keselamatan penerbangan kali ini tidak dapat dijaminkan penuh karena komunikasi dengan tower baik Jakarta maupun Jogja tidak dapat dilakukan. Sehingga kecil kemungkinan untuk mendapatkan pengawalan kembali. Beberapa saat setelah pengumuman itu dilakukan, tidak ada respon dari penumpang. Hal ini menandakan bahwa semua paham akan keadaan yang ada dan bersiap untuk seluruh kemungkinan yang terburuk.

            DC-47 itu pun mulai terbang di atas Pulau Jawa. Terhitung sekitar dua jam penerbangan agar dapat menyentuh kembali landasan Jogja. Satu jam pertama semua tampak tenang – tenang saja. Hingga akhirnya, benar saja, Belanda mengerahkan armada terbangnya untuk menjebak penerbangan DC-47. Satu persatu pesawat Belanda mulai tampak di ujung langit barat Jogja. Saat itu penerbang – penerbang yang hebat itu melihat bahwa navigasi mereka mengatakan bahwa DC-47 telah terbang di atas langit Jogja. Penerbang – penerbang yang hebat itu mencoba untuk mempecepat laju DC-47 itu. Mereka mencoba semua hal yang mereka bisa agar dapat segera mendarat. Mereka mulai menurunkan ketinggian dan bersiap untuk melakukan pendaratan. Namun naas bagi mereka, bahwa pesawat – pesawat Belanda berhasil mencapai mereka terlebih dahulu. Sehingga serangan tidak dapat dielakkan lagi.

            Serangan pertama datang dari sisi kanan pesawat. Pesawat – pesawat Belanda itu menghujani DC-47 yang tidak bersenjata itu dengan ratusan amunisi yang ditembakkan dari pesawat tempur mereka. Penerbang – penerbang yang melakukan kontrol terhadap DC-47 itu mulai kehilangan kontrol. DC-47 mulai kehilangan kontrol dan agak oleng ke kanan. Namun, dengan susah payah DC-47 itu masih dapat dikendalikan meskipun harus berjibaku dengan seluruh peralatan kontrol yang ada. Seluruh penumpang yang berada di kabin penumpang hanya dapat berdoa akan keselamatan mereka. Sementara penerbang – penerbang tetap mencoba melakukan apa yang mereka bisa untuk menyelamatkan penerbangan ini.

            Tanpa ampun, pesawat – pesawat Belanda terus saja menghujani DC-47 itu dengan tembakan. Hingga puncaknya, salah satu mesin DC-47 itu terkena salah satu peluru yang ditembakkan pilot – pilot pesawat Belanda. Mesin yang terkena tembakan itu pun mengeluarkan asap tebal dan mulai kehilangan daya putarnya. Untuk kali ini, penerbang – penerbangan yang berusaha mempertahankan keadaan pesawat mulai menyerah dengan keadaan. Mereka pun mengubah rencana. Kali ini mereka mencoba berbagai cara agar pesawat dapat segera mendarat darurat dengan selamat. Mereka mulai pun kembali menurunkan ketinggian. Namun, pada saat yang bersamaan, sebuah peluru kembali menembus mesin DC-47 yang telah kehilangan daya putarnya tadi. Tembakan kali ini benar – benar menghentikan daya dari salah satu mesin DC-47 itu. Hingga akhirnya, pesawat benar – benar oleng dan menukik tak terkendali menuju ke tanah. Tak sampai satu menit, terdengarlah suara ledakan yang cukup memekakkan telinga. DC-47 terbelah menjadi dua dan terbakar hebat. Hampir seluruh penumpang pesawat termasuk penerbang – penerbang itu menjadi korban dalam serangan ini. Langit biru Jogja yang semula cerah tampak menggelap setelah tertutupi asap yang mengepul hebat dari DC-47 yang jatuh itu. Misi yang berbahaya itu pun berakhir dengan kisah duka yang tragis. Tidak ada yang mengetahui benar, bagaimana akhir dari penerbangan DC-47 sedari awal. Jikalau, ada yang mengetahuinya, DC-47 itu pun tidak akan terbang dan tidak akan menjadi penerbangannya yang terakhir.



(Penerbangan Terakhir)

-----******-----


Tulisan ini didedikasikan untuk seluruh pejuang – pejuang kemanusiaan yang gugur dalam Peristiwa Heroik 29 Juli 1947.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Aku Pulang Kuliah

MEMORI TERAKHIR

PIALA BERGILIR